Sabtu, 28 Maret 2009

DAMPAK INTERNET

Permasalahan klasik yang terjadi di kota-kota dengan kehidupan metropolis misalnya permasalahan transportasi (kemacetan), pengaturan pedagang kaki lima, dan juga kehidupan masyarakat yang bersifat underground seperti perjudian, peredaran NARKOBA dan bisnis Seksual dengan melibatkan para remaja. Persoalan-persoalan tersebut nyata-nyata ada namun terasa sangat sulit penyelesaiannya. Untuk itu seluruh stake holder pembangunan (eksekutif, legislative, dunia pendidikan, LSM dan berbagai komponen masyarakat) harus bisa bersinergi dan saling bahu-membahu bekerja dalam satu visi dan misi yang sama membangun kota secara bermartabat.

mencoba untuk membidik persoalan lain yang secara implisit terlihat nyata namun berdampak underground. Persoalan baru tersebut adalah dampak penggunaan internet bagi para pelajar. mencoba untuk melontarkan sebuah wacana dan berbagai fakta tentang sebuah persoalan baru di kota-kota besar yang juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun masih berupa gejala awal, namun apabila tidak segera diatasi tentu akan berkembang menjadi “penyakit kronis” yangt makin sulit untuk diatasi.

Kita akui bahwa sosialisasi penggunaan Internet di Indonesia bisa dibilang relatif sukses. Hal tersebut juga terjadi di Kota Sragen, dimana saat ini para pelajar mulai dari SD-SMU dan terlebih para Mahasiswa sudah sangat familier menggunakan internet. Kita bisa melihat bagaimana dominasi para pelajar dan mahasiswa di warung-warung internet Kota Sragen. Mereka sudah tampak percaya diri (PD) berkunjung ke warung internet dan tanpa canggung lagi bisa bermain internet. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan kondisi sekitar 6 tahun yang lalu, dimana para orang dewasa lebih dominan menjadi pengguna internet.
Dalam pengamatanku, bahwa saat ini telah terjadi pergeseran profil pengguna internet dan juga pergeseran orientasi pemanfaatannya. Pengguna internet terbesar saat ini adalah para pelajar SLTP diikuti oleh pelajar SLTA dan kalangan mahasiswa justru menempati urutan ketiga (kecuali di warnet yang berdekatan dengan kampus). Ada gejala menarik yaitu mulai maraknya pelajar SD bermain internet dan sudah “berani” nongol diwarung internet. Para orang tua tentu saat ini harus “rela” merogoh kocek lebih banyak untuk memenuhi keinginan anak-anaknya untuk bermain internet baik dirumah ataupun di warnet. Harapan orang tua tentulah ingin agar si-anak tidak ketinggalan jaman dan dengan ber-main internet si-anak bisa bertambah pintar. Namun benarkah demikian ?

Makin meratanya pengguna internet disatu sisi memang sangat menggembirakan, namun pergeseran orientasi penggunaan internet sudah sangat memprihatinkan. Dalam pengamatanku, bahwa Para pelajar SLTP, SLTA dan SD sebagian besar (>75%) menggunakan internet “hanya” untuk bermain GAME dan CHATTING. Dan rata-rata mereka rela menghabiskan waktu 3-5 jam/ hari dengan mengeluarkan uang Rp.7000 – Rp.30.000/hari untuk bermain internet. Dan “aneh” nya kegiatan tersebut didukung oleh para orang tua. Aku yakin bahwa pergeseran orientasi penggunaan internet tersebut belum ditangkap oleh para orang tua, sehingga setiap anaknya meminta uang berapapun untuk bermain internet selalu diberikan. Padahal yang terjadi adalah tidak ada unsur pendidikan apapun yang bisa didapatkan dari bermain GAME & CHATTING. Memang tidak semua pelajar “hanya” menggunakan internet untuk bermain GAME dan CHATTING. Diantara mereka juga menggunakan internet untuk sarana mencari pengetahuan, namun yang melakukan hal itu jumlahnya tidaklah banyak. GAME & CHATTING bisa membawa effect “kecanduan”. Dan apabila sudah kecanduan tentu effect sampingnya akan membuat anak menjadi malas belajar, malas mengaji dan setiap ada kesempatan selalu berusaha untuk bermain GAME & CHATTING. Dampak negatif bermain GAME hampir sama dengan dampak permainan Play Station dimana seseorang yang sudah kecanduan akan betah seharian bermain dan bahkan lupa makan, lupa minum dan lupa kalau hari esok masih ada. Sedangkan effect bermain CHATTING mungkin bisa digambarkan dengan permainan INTERKOM yang marak sekitar 20 tahun yang lalu. Dimana hampir semua orang “lupa daratan” dan setiap hari kerjanya hanya bermain intercom (jika sudah memegang mic maka orang cenderung akan malas berangkat sekolah, malas berangkat kerja, malas membatu orang tua, malas untuk mengaji malas makan, malas minum dan sebagainya). Begitu juga dengan CHATTING.. para pelajar yang melakukan kegiatan ini menganggap waktu 5 jam sama dengan 10 menit. Dan mereka cenderung memanfaatkan CHATTING untuk sekedar ngobrol kesana-kemari dengan teman kencannya di internet dan bahkan tidak menutup kemungkinan juga mengarah kepada pembicaraan yang “jorok-jorok”. Effect permainan GAME & CHATTING ini justru lebih berbahaya dari kekhawatiran kita sekitar 5 tahun lalu tentang maraknya situs-situs porno. Karena berdasarkan pengamatan, ternyata situs porno hanya berefek pada euforia dan dalam waktu singkat mereka sudah akan bosan. Namun effect GAME & CHATTING adalah “Effect Candu” yang bisa membuat penggunanya menjadi ketagihan dan ini yang sangat berbahaya bagi dunia pendidikan kita. Beberapa kejadian di Indonesia menunjukan ada kasus perkosaan oleh teman CHATTING, penipuan oleh teman CHATTING. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa “teman baru” yang didapat di dunia maya itu pada akhirnnya dilanjutkan dengan “jumpa darat” dan bahkan ada juga yang langsung menjadi teman kencan. Aku juga prihatin bahwa para pelajar SLTP itu tanpa disadari menjadi korban dari para penjahat yang memanfaatkan sarana CHATTING untuk mencari mangsa. Hal tersebut bisa saja terjadi karena seorang yang terbiasa CHATTING bisa dengan mudah mengelabui lawan CHATTING nya. Misalnya seorang “PLAY BOY” berusia 35 tahun, bisa saja dengan mengaku berusia 17 tahun untuk menarik perhatian seorang pelajar SLTP yang berusia 15 tahun. Cukup dengan menguasai bahasa “gaul di internet” seorang Om-Om berusia 45 tahun bisa saja mengaku berusia 17 tahun. Bagi mereka yang penting bisa “akrab” dan bisa menyenangkan lawan CHATTING nya sambil mencari peluang dan mengatur strategi untuk bisa menjalankan aksi jahatnya.

Sebagai bagian dari Teknologi Informasi, internet memang ibarat pisau bermata dua. Disatu sisi, teknologi ini bisa bermanfaat apabila digunakan untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat, seperti: mencari bahan-bahan pelajaran sekolah, diskusi mata pelajaran, mencari program beasiswa, konsultasi dengan pakar, belajar jarak jauh, dan mencari metode-metode pengajaran berbasis multimedia. Namun sayangnya penggunaan internet justru malah bergeser kepada hal-hal yang negatif dan ini harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat di Bogor, Karena bagaimanapun kita tetap membutuhkan internet sebagai sarana informasi dan komunikasi yang bersifat global, namun disisi lain kitapun juga harus siap untuk melakukan antisipasi untuk mengatasi dampak-dampak negatifnya. Dan inilah persoalan bersama kita.

Mumpung semua ini masih berbentuk gejala, alangkah baiknya pemerintah, DPRD, dunia pendidikan, pengamat “IT” dan para pengamat sosial kemasyarakatan duduk bersama untuk membahas dan mencari solusi untuk mengatasinya. “Virus” yang membuat mereka “kecanduan” dan “virus” yang bisa menjebak mereka kedalam sebuah permasalahan. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengemas teknologi ini agar mempunyai muatan pendidikan namun tetap menarik untuk dikunjungi oleh para pelajar sebagai pengguna internet (netter) mayoritas pada saat ini.

Tidak ada komentar: